Keempat perkara yang disebutkan oleh
Al-Hasan Al-Bashri ini merupakan pangkal dari segala macam keburukan. Karena,
keinginan terhadap sesuatu ialah kecenderungan jiwa kepadanya dengan sebab
meyakini kemanfaatannya. Sehingga jika seseorang tengah berkeinginan terhadap sesuatu niscaya akan terbawa untuk berusaha mendapatkannya dengan berbagai cara yang dia yakini akan bisa menyampaikannya. Terkadang mayoritas cara-cara tersebut adalah cara-cara yang diharamkan, atau bisa jadi sesuatu yang dia ingini itu sendiri merupakan perkara yang haram.
meyakini kemanfaatannya. Sehingga jika seseorang tengah berkeinginan terhadap sesuatu niscaya akan terbawa untuk berusaha mendapatkannya dengan berbagai cara yang dia yakini akan bisa menyampaikannya. Terkadang mayoritas cara-cara tersebut adalah cara-cara yang diharamkan, atau bisa jadi sesuatu yang dia ingini itu sendiri merupakan perkara yang haram.
Sedangkan (definisi) takut adalah kekhawatiran
terhadap sesuatu. Apabila seseorang merasa takut terhadap sesuatu niscaya akan
melakukan sebab-sebab (faktor-faktor) yang dapat menolaknya dengan berbagai
cara/jalan yang diyakini akan dapat menolaknya. Adakalanya kebanyakan dari
jalan-jalan tersebut adalah perkara-perkara yang diharamkan.
Syahwat ialah kecondongan jiwa
kepada hal-hal yang mencocokinya di mana jiwa itu merasakan
kelezatan/kenyamanan dengannya. Mayoritasnya, jiwa itu cenderung kepada
keharaman-keharaman seperti zina, mencuri, minum khamr, condong kepada
kekafiran, sihir, kemunafikan, dan kebid’ahan-kebid’ahan.
Sedangkan kemarahan ialah
mendidihnya darah di qalbu guna mencegah hal-hal yang menyakitinya tatkala
mengkhawatirkan bakal terjadinya suatu peristiwa, atau dalam upaya membalas
dendam kepada pihak yang telah menyakitinya sesudah terjadinya peristiwa
tersebut. Sehingga muncullah dari semua itu tindakan–tindakan yang haram,
seperti pembunuhan, pemukulan, berbagai bentuk kezaliman dan permusuhan. Muncul
pula darinya berbagai macam ucapan yang diharamkan seperti fitnah, menuduh
tanpa bukti, caci-maki, serta ucapan-ucapan keji yang bisa saja naik ke derajat
kekafiran sebagaimana yang terjadi pada diri Jabalah bin Al-Aiham. Demikian
pula sumpah–sumpah yang tidak diperbolehkan secara syariat dan atau sampai mengucapkan
kalimat talak (cerai) kepada istri yang kemudian berakhir dengan penyesalan.
Sumber: Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, hal.
379-380/asysyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar