sholat adalah ibadah yang paling utama, klik
Sabtu, 16 Januari 2016
Kamis, 26 Februari 2015
DIBAWAH NAUNGAN CINTA, wahai
Sawwad!” Hardik Rasul sambil memecutkan anak panah yang di
genggamannya ke perut Sawwad. klil disini
Rabu, 07 Januari 2015
Beliau adalah Abu Abrirrahman Thawus bin Kaisan al-Yamani al-Himyari maula Bakhir bin Kuraisan al-Himyari, termasuk anak keturunan bangsa Persia, sedang ayah beliau dari Qasith
Selasa, 30 Desember 2014
Sebagai seorang da’i, atau sebagai seorang
anggota lembaga yang menamakan dirinya sebagai lembaga da’wah, sudah
seharusnyalah ia mempunyai hubungan yang kokoh kuat (quwwatush-shilah) dengan
Allah swt.
Ada banyak sarana yang bisa kita jadikan
sebagai opsi atau pilihan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hubungan
tersebut.
Di dalam al mustakhlash fi tazkiyatil anfus
Sa’id Hawa rahimahullah menyebutkan 13 sarana yang bisa kita jadikan sebagai
wasilah untuk mendekatkan diri kita kepada Allah swt. Mulai dari shalat,
zakat-infaq-sedekah, puasa, haji, tilawatul qur’an, dzikrullah, tafakkur alam
dan seterusnya.
Meskipun demikian, kita masih sering merasakan
adanya kekeringan ruhani, karena kita memang sangat jarang mengalirinya dengan
siraman-siraman ruhani yang berupa sarana-sarana tersebut. Atau istilah
accu-nya, kita jarang ngeces accu dan baterai ruhani yang kita miliki dengan
sarana-sarana Islamiyyah itu tadi.
Alasan yang sering kita kemukakan selalu sama dan
klasik: sibuk dan repot alias susah mengatur dan mendapatkan waktu senggang
untuk menyiram dan mengecesnya.
Kadangkala, kalau kita sedang berkumpul dengan
sesama kader, kita ingat bahwa ruhani kita sedang sangat kekeringan. Namun
begitu keluar dari majlis ikhwah, kita kembali lagi menjadi manusia-manusia
yang “sibuk”.
Namun, kita perlu mengingat bahwa kesibukan
kita tidak berarti meninggalkan langkah-langkah untuk melakukan siraman-siraman
dan pengecesan ruhani kita.
Mari kita renungkan bersama firman Allah swt berikut ini:
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu
berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu.
Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu
sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari
Al-Qur’an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit
dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan
orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang
mudah (bagimu) dari Al Qur’an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang
kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah
sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah
ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS Al Muzzammil: 20).
Ayat ini menjelaskan bahwa:
1. Allah swt mengetahui bahwa kemampuan kita
dalam berqiyamullail berbeda-beda, ada yang hampir mampu mencapai 2/3 malam,
ada yang mampu setengah malam, ada yang sepertiga malam.
2. Allah swt-lah yang membuat ukuran-ukuran
siang dan malam.
3. Allah swt mengetahui bahwa kita ini lemah
dan tidak akan mampu memenuhi kewajiban (ya, waktu itu qiyamullail setengah
malam adalah kewajiban kaum muslimin) itu.
4. Allah swt mengetahui bahwa diantara kita ada
yang sakit, ada yang sibuk mencari ma’isyah, ada yang sibuk berperang fi
sabilillah.
Meskipun Dia mengetahui kesibukan kita, namun
Dia tetap memerintahkan kepada kita untuk:
1. Membaca Al Qur’an (bahkan diulang dua kali)
sesuai dengan kemudahan kita.
2. Menegakkan shalat.
3. Membayar zakat, dan
4. Memberikan pinjaman yang baik kepada Allah
swt (sedekah dan semacamnya).
5. Banyak-banyak beristighfar.
Artinya, betapapun kesibukan yang melanda kita,
kita tidak boleh melupakan tugas menyirami ruhani kita dan mengecesnya dengan
berbagai sarana yang ada.
Ada banyak cara yang ditawarkan oleh Islam agar
kita tetap bisa mendapatkan kesempatan melakukan siraman dan pengecesan ruhani
kita. Diantaranya adalah:
1. Kita harus mensplit waktu-waktu yang kita
miliki agar muncul menjadi berbagai macam saat, sehingga di hadapan kita akan
muncul sederet waktu yang bisa kita daya gunakan.
Pada suatu kali seorang sahabat yang bernama
Hanzhalah bertemu Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Begitu bertemu
Hanzhalah berkata: Nafaqa Hanzhalah (Hanzhalah menjadi munafiq). Mendengar
pernyataan seperti itu Abu
Bakar kaget, lalu berkata: “Kenapa? Hanzhalah berkata: “Kalau kita berada di
majlis nabi saw seakan kita melihat dengan kepala kita sendiri suasana surga
dan neraka, akan tetapi begitu ketemu anak-anak, kita lupa semua yang kita
rasakan tadi”. Mendengar penjelasan seperti itu Abu Bakar menjawab: “Kalau
begitu sama dengan saya”. Singkat cerita keduanya mendatangi nabi saw. Setelah keduanya
menceritakan apa yang dirasakannya, nabi saw menjawab: “…
Akan tetapi sa-’ah wa sa-’ah”. Maksudnya: bagilah (spiltlah) waktumu agar ada
saat untuk ini dan ada saat untuk itu. (HR Bukhari).
2. Kita harus pandai memanfaatkan
“serpihan-serpihan” waktu yang kita miliki dan mendaya gunakannya untuk
melakukan penyiraman dan pengecesan ruhani kita.
Pada suatu hari Rasulullah saw memperingatkan
bahaya memaksakan diri sendiri
untuk memperbanyak ibadah. Beliau bersabda: “Sesungguhnya agama ini mudah,
dan tidak ada yang memberat-beratkan diri sendiri kecuali agama itu akan
mengalahkannya, karenanya, luruskan langkah dan kokohkan, berusahalah untuk
selalu mendekati (target ideal), bergembiralah (jangan pesimis), dan meminta
tolonglah dengan waktu pagi, waktu sore dan sedikit malam”. (HR Bukhari).
Saudara-saudara yang dimuliakan Allah …
3. Terakhir sekali, kita harus pandai-pandai
membuat diversifikasi acara (keragaman acara) agar tidak cepat bosan,
ingatlah bahwa “sesungguhnya Allah swt tidak bosan sehingga kita bosan, dan
bebanilah jiwa ini sesuai dengan kadar kemampuannya, dan bahwasanya amal yang
paling dicintai Allah swt adalah yang kontinyu” (HR Ahmad, Abu Daud dan
An-nasa-i).
Semoga Allah swt memberikan taufiq, bimbingan
dan kekuatan kepada kita untuk istiqamah di atas jalan agama-Nya, amin.
http://al-ikhwan.net/risalah-nukhbawiyah/allah-mengetahui-bahwa-kita-sibuk
Langganan:
Postingan (Atom)